Kemarau mengalami kekeringan yang sangat, penghujan mengalami banjir. Suatu hal yang sebenarnya normal saja (di negara kita) karena kalau terbalik justru akan sangat menakutkan. Air memang sumber penghidupan yang utama bagi manusia, namun jika jumlahnya berlimpah atau terbatas justru akan menjadi sumber penghancuran bagi manusia.
Jepara, kota yang terkenal dengan mebel ukir sampai berbagai pelosok nusantara bahkan dunia pada pertengahan bukan Januari 2014 ini mengalami banjir yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tercatat, puluhan desa digenangi air karena banyak tanggul yang tidak kuat menahan arus sungai sehingga jebol menggenangi permukiman maupun persawahan. Meskipun banjir hanya terjadi di Jepara bagian timur dan selatan, namun mengingat kawasan tersebut merupakan salah satu akses utama ke menuju kota-kota lainnya, maka menjadikan jepara terisolir. Jl Jepara - Semarang dan Jepara-Kudus tergenang air sampai hampir 1 meter.
Berdasarkan berbagai sumber, kawasan di Jepara (termasuk Kudus, dan Pati) yang saat ini terkena banjir pada jaman dahulunya merupakan selat yang memisahkan Gunung Muria dengan Pulau Jawa. Seiring dengan berjalannya waktu, selat tersebut lama kelamaan mengalami pendangkalan sehingga membentuk daratan (rendah) yang saat ini sudah ramai di huni oleh manusia. Mungkin inilah yang disebut dengan hukum (keseimbangan) alam. Endapan tanah yang sebenarnya masih muda sudah digunakan untuk beraktivitas manusia, sehingga keseimbangan alamnya belum tercapai.
Mungkin ini adalah isyarat dari Yang Maha Kuasa agar manusia bisa menghargai kondisi lingkungan tempat tinggalnya agar selalu tercipta keseimbangan.