Kehilangan Tempat Bermain
Dulu waktu masih kecil, yang namanya permainan anak-anak begitu sering dilakukan. Ada yang namanya nekeran (stin), jamuran, gobag sodor, jepitan, bentik, dakon, sudah manda, lompat tali, jetungan, ingklo, gamparan dan lain sebagainya. Dan hampir semua anak bisa memainkan permainan yang bersifat kolosal ini demi kebersamaan.
Beda halnya sekarang, anak-anak lebih mengenal pleistesyen alias PS, nitendo, time zone, kids fun, fantasia dan permainan lainnya yang rata-rata bersifat soliter. Gimana mau tahu permainan tradisional diatas, la wong lahan yang biasa digunakan untuk bermain saja sudah hilang. Lapangan-lapangan semakin terdesak, apalagi lahan pekarangan termasuk halaman yang dulunya jadi tempat berkumpul dan bermainnya anak-anak.
Beruntunglah bagi manusia yang tinggal di pedesaan karena meskipun sedikit setidaknya masih ada lahan terbuka yang bisa digunakan untuk tempat bermain anak-anak. Bagi yang tinggal dikota, untuk mengatasi kejenuhan sementara waktu dengan bermain di tempat-tempat yang dipaksanakan untuk wahana permainan anak-anak di mall ataupun wahana permainan modern lainnya.
Dan waktu libur adalah pelampiasan yang tepat untuk pergi ke luar kota mencari tempat yang lapang dan enak untuk area bermain. Tak heran mereka rela bermacet-macet ria untuk pergi ke pantai untuk sekedar main pasir, ke gunung melihat pemandangan alam, ke taman, tempat permainan air ataupun kebun binatang asal anak-anak mereka bisa bermain.
Semoga kita terus peduli dengan kebutuhan bermain anak-anak kita
Semoga kita terus peduli dengan kebutuhan bermain anak-anak kita
Apa mau dikata, lapangan sekarang sudah jarang, angankan permainan tradisional, Lha sepakbola pun sekarang mainnya di dalam ruangan.. Oalah, jagad dewo bathoro
ReplyDeleteIya ya permainan tradisional memang butuh lahan luas
ReplyDeleteBentik? Apa yang kayu dilempar itu? Kalo tempatku namanya jentik hehe
ReplyDeleteIya kasihan melihat anak2 sekarang. kekurangan tempat bermain yang membantu mereka belajar bersosialisasi. Walau saat saya kecil juga main sudah di jalanan karena tdk ada halaman lagi
ReplyDeleteUntung anak2 masih ada sawah untuk dilihat :D
ReplyDeleteTinggal nunggu waktu, punahnya permainan2 tradisional itu..... :(
ReplyDeleteButuh para pemerhati spt dik doang di kandang joerang
ReplyDeletekalau di kota memang sudah sulit mencari lahan untuk bermain, kalau ke mall...permainan yang tersedia sifatnya hanya game belaka tanpa ada unsur edukasi seperti permainan tradisionil warisan leluhur kita,
ReplyDeleteorang tua harus bisa kreatif menyiasati kurangnya lahan bermain untuk anak2....demi masa depan anak2 itu sendiri...
keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)
Lucunya, ponakan yang tinggal di pusat Jakarta dia sampe bilang mau ke Semarang karena cuman pengen main bola. Duh kasian bener.
ReplyDeletemantap gan (y) Keep posting!
ReplyDeleteKumpulan Cerita Dewasa Terbaru
Saya juga merasa beruntung, Mas, karena terlahir di desa.
ReplyDeleteini semua harus dipertanyakan kepada pemerintah, krn mereka telah membuat anak asosial..
ReplyDeletejaman.berubah. Positipnya, anak jmn sekarang. Putih2 ganteng2 cantik2, mulus2.. Dulu item. Dekil. Ingusan, korengan dll..
ReplyDeleteane malah kangen nih sama mainan tradisional itu. Ingat waktu jaman masih kecil :)
ReplyDeletekepingin ach sesekali ngenalin permainan lamaku... biar anak-anak gak saling soliter memegang gadget ataupun bermain di area bermain mesin itu
ReplyDeletekasihan ya anak-anak jaman sekarang
ReplyDelete